Rabu, 17 Agustus 2016

Ketua MPR: Demokrasi Kita Secara Prosedur Sudah Bagus, tapi..

Ketua MPR: Demokrasi Kita Secara Prosedur Sudah Bagus, tapi...

Liputan6.com, Jakarta - Seiring dengan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-71 Republik Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR mempunyai dua agenda besar. Pertama, Sidang Tahunan MPR pada 16 Agustus 2016. Sedangkan yang kedua adalah memperingati Hari Konstitusi pada 18 Agustus mendatang.
"Kami dari MPR sudah bertemu dengan Presiden (Joko Widodo atau Jokowi), lengkap, Kami menyampaikan bahwa tahun ini Sidang Tahunan MPR. Pak Presiden sudah menyatakan kesiapan hadir menyampaikan pidato kenegaraannya," ucap Ketua MPR Zulkifli Hasan saat berbincang dengan Liputan6.com di SCTV Tower, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis 11 Agustus 2016.
Menurut Zulkifli, Sidang Tahunan MPR adalah penting karena akan mendengarkan apa saja yang sudah dicapai pemerintah. Sebelumnya, lembaga-lembaga negara juga sudah menyampaikan hal serupa kepada MPR.
Baca Juga
"Nah, kemudian agenda besar berikutnya yaitu pada 20 Agustus (2016), MPR sebagai lembaga besar rakyat Indonesia menampung segala pendapat masyarakat. Setelah 18 tahun reformasi ini, semua pendapat masyarakat kita terima," ujar Zulkifli yang karib disapa Zulhas tersebut.

Pendapat Seputar Demokrasi

Zulhas yang juga menjabat Ketua Umum Partai Amanat Nasional mengungkapkan, ada dua pendapat yang berkembang di masyarakat seputar pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Pendapat pertama mengatakan, demokrasi Pancasila saat ini menjauh dari asas musyawarah mufakat, sehingga mesti kembali ke UUD 1945 yang belum diamendemen.
"Ada juga pendapat, demokrasi kita sudah bagus, tapi tujuan kita berdemokrasi untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia itu belum tercapai. Bahkan, kesenjangan menjauh. Oleh karena itu perlu norma-norma yang kuat yang mengatur, agar demokrasi Pancasila itu melahirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia," Zulhas menerangkan.
"Nah, ini ada pendapat di tengah, yang disepakati bahwa perlu norma-norma yang kuat, ini diterjemahkan oleh MPR sebagai Haluan Negara. Oleh karena itu kami rapat gabungan, beberapa waktu yang lalu, menyepakati perlunya bangsa Indonesia memiliki Haluan Negara. Dan ini akan dirapatkan kembali pada tanggal 20 Agustus," imbuh Zulhas.
Lantaran itulah, menurut Zulhas, MPR menerima masukan dari berbagai kalangan, termasuk perguruan tinggi. Masukan itu selanjutnya disarikan Badan Pengkajian MPR.
"Nah, tanggal 20 Agustus nanti, akan dipaparkan kembali, dibagikan kepada fraksi-fraksi. Kalau fraksi-fraksi sepakat, tentu akan ditindaklanjuti menjadi usulan untuk melaksanakan amendemen (UUD 1945) atau tidak itu terpulang kepada fraksi-fraksi. Itu tanggal 20 (Agustus), rapat gabungan. Itu penting sekali agendanya," ujar dia.

Hari Konstitusi dan Reformasi

Sementara pada 18 Agustus mendatang, MPR akan memperingati Hari Konstitusi. Di antaranya, menurut Zulhas, MPR akan menggelar cerdas cermat mengenai pentingnya wawasan kebangsaan, terutama Pancasila.
"Di mana etika-etika luhur, etika bernegara dan berbangsa, 18 tahun kita reformasi, yang kita nilai memudar. Harus terus-menerus kita ingatkan kembali bahwa Indonesia memiliki dan mewarisi nilai-nilai yang amat penting. Nilai-nilai luhur itulah yang kita sebut Pancasila," Zulhas menguraikan.
Zulkifli menyoroti pula mengenai perjalanan atau dinamika reformasi selama 18 tahun.
"Demokrasi kita 18 tahun ini secara prosedur sudah bagus, secara teknik juga mengalami kemajuan luar biasa. Kita pilpres (pemilihan presiden) dua kandidat sukses. Tahun kemarin kita pilkada (serentak) 269 kabupaten/kota/provinsi sukses," Zulhas memaparkan.
"Jangan-jangan demokrasi kita lebih matang dari 'mbahnya demokrasi'. Tetapi, demokrasi secara substansif, nah ini yang belum," Ketua MPR menekankan.
Lalu, bagaimana hasil sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan dan Nilai-nilai Luhur Bangsa yang dalam beberapa tahun terakhir digencarkan MPR? Simak selengkapnya wawancara khusus Liputan6.com dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan berikut ini.

Gloria: Sangat Bangga, Perjuangan Saya Membuahkan Hasil

Gloria: Sangat Bangga, Perjuangan Saya Membuahkan Hasil

Liputan6.com, Jakarta - Gloria Natapradja Hammel yang sempat dinyatakan tidak bisa ikut bertugas sebagai Paskibraka akhirnya bisa menjalankan tugasnya sore nanti.
Kendati bermasalah dengan status kewarganegaraan, Presiden Jokowi memberikan izin kepada Gloria untuk bertugas menjadi petugas penurunan bendera di Istana Kepresidenan sore ini.

Kepastian itu didapat Gloria saat ia bertemu dengan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Merdeka dalam acara jamuan makan siang di Istana Negara. Keduanya memberitahu Gloria bahwa sore nanti dirinya dapat bergabung dengan rekan-rekan lainnya.
Baca Juga
Gloria akan bergabung ke dalam tim Bima yang bertugas menurunkan bendera merah putih di perayaan HUT ke-71 RI di Istana Merdeka. "Bangga banget, akhirnya perjuangan kita membuahkan hasil yang baik," ujar Gloria yang ditemui para jurnalis usai pertemuan tersebut.
Kabar gembira itu juga mendapat sambutan positif dari Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi yang memang sebelumnya mengusahakan Gloria agar dapat bergabung dalam tim Paskibraka.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu bersyukur dan berterima kasih kepada Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla yang telah memberikan kesempatan bagi remaja blasteran Sunda-Prancis itu untuk bergabung dalam pasukan pengibar bendera.

"Terima kasih Pak Presiden @jokowi Pak Wapres @Pak_JK yg telah mengizinkan Gloria bergabung sore ini di Paskibraka," cuitnya.

Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan alasan Presiden memberikan izin bagi Gloria untuk turut bertugas.

Keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan rasa nasionalisme yang ditunjukkan Gloria. Melalui surat yang ditulisnya, Gloria menyatakan dirinya memilih untuk menjadi warga negara Indonesia.

"Melihat nasionalisme Gloria, keinginannya, kecintaannya, dan juga kalau lihat bagaimana akhirnya kemudian dia tetap berharap. Menurut saya karena ini masih anak yang tumbuh dan negara juga memberikan ruang untuk itu," terangnya di Kompleks Istana Merdeka.

Gloria Jadi Penjaga Gordon di Tim Penurunan Bendera

Gloria Jadi Penjaga Gordon di Tim Penurunan Bendera

Liputan6.com, Jakarta - Gloria Natapradja Hammel yang sempat dinyatakan tidak bisa ikut bertugas sebagai Paskibraka akhirnya dipastikan dapat menjalankan tugasnya sore ini.
Gloria akan bergabung ke dalam tim Bima yang bertugas menurunkan bendera Merah Putih di perayaan HUT ke-71 RI di Istana Merdeka.
Baca Juga
Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, mengatakan akan berposisi sebagai penjaga gordon di Tim Bima yang akan bertugas sore ini.
"Gloria dipastikan turut bergabung dengan rekan-rekannya yang lain. Ia diposisikan sebagai penjaga gordon," ujar Bey dalam keterang tertulis yang diterima Liputan6.com, Rabu, (17/8/2016).
Gloria pun sebelumnya mengaku siap menerima segala posisi yang diberikan kepadanya. "Jadi gordon pun aku siap," kata Gloria.
Penjaga gordon tidak ikut serta dalam formasi tim penurunan atau kenaikan bendera Pusaka. Posisi penjaga gordon berada di belakang barisan Presiden dan tamu negara. Saat prosesi penyerahan bendera berlangsung, mereka berdiri dalam sikap istirahat di tempat.
Para anggota Bima menyambut baik kedatangan Gloria. Meski Gloria beberapa kali tidak ikut latihan gabungan tapi mereka sangat yakin dapat bekerja sama dengan baik.
"Sebagai tim, kami harus menutupi kekurangan teman dengan baik. Jangan jadikan itu kendala. Kami yakin Gloria dapat menyesuaikan diri," kata Chandra Gunawan, Paskibraka putra dari Sulawesi Barat.

Jenderal Luhut' Ternyata Dapat Undangan Hadiri Upacara HUT RI

Jenderal Luhut' Ternyata Dapat Undangan Hadiri Upacara HUT RI


Liputan6.com, Jakarta - Luhut L Panjaitan, pria yang diamankan karena diduga menyelinap masuk ke Istana Kepresidenan, ternyata memiliki undangan resmi mengikuti upacara HUT ke-71 RI.
"Kita lihat sih tadi beneran ada undangannya, tadi dipegang," tutur Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Awi Setiyono, saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Rabu (17/8/2016).
Baca Juga
Awi menjelaskan, penghargaan berupa pangkat Brigadir Polri kepada Luhut diberikan oleh Kapolri dan Asisten Sumber Daya Manusia (SDM). Luhut adalah mantan ajudan Komjen Pol Muhammad Yasin, yang merupakan satu-satunya perwira Polri yang mendapat gelar Pahlawan Nasional.
Gelar tersebut disematkan kepada sang 'Bapak Brimob Polri' itu berkat usaha Luhut memperjuangkan gelar tersebut untuk Yasin. Karena itu, penghargaan Brigadir Jenderal Polisi pun diberikan kepada Luhut.
"Intinya memang betul penghargaan diberikan kepadanya. Cuma yang dipermasalahkan hanya pemakaian seragamnya," jelas Awi.
Sementara, terkait kabar Luhut dan keluarga untuk menggugat Mabes Polri atas kejadian itu, ditampik oleh Awi. Dia menegaskan sekali lagi bahwa hal itu terjadi karena adanya salah informasi dan salah paham.
"Nggak kok. Mungkin yang bersangkutan hanya malu saja dilucuti bajunya. Sebab dia punya penghargaan itu. Konfirmasi ke Mabes saja kalau soal pemakaian bajunya. Yang mengeluarkan Mabes kan," tutur Awi.
Pagi tadi, Luhut terlihat bolak-balik sampai akhirnya digiring ke pos pengamanan. Saat ditanya soal kedatangannya, Luhut mengaku sebagai anak jenderal. Sehingga merasa berhak hadir di Istana Kepresidenan.
"Saya anak angkat Jenderal Yasin, anggota kehormatan Brimob," ujar Luhut saat dibawa Paspampres ke pos di dekat Istana Merdeka.